A.
Pengertian Cinta
Kasih
Menurut kamus umum bahasa Indonesia
karya W.J.S. poerwadarminta, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa)
sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan
kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas
kasihan. Dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga kata
kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai
perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas
kasihan.
Dalam bukunya “Seni Mencinta”,
Erich Fromm menyebutkan, bahwa cinta itu terutama memberi, bukan menerima. Dan memberi
merupakan ungkapan yang paling tinggi dari kemampuan. Cinta selalu menyatakan
unsur-unsur dasar tertentu, yaitu pengasuhan, tanggung jawab, perhatian, dan
pengenalan.
Menurut Dr Sarlito W. Sarwono. Dikatakannya
bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu keterikatan,
keintiman, dan kemesraan. Keterikatan adalah adanya perasaan untuk hanya
bersama dia, segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi dengan orang lain
kecuali dia. Kalau janji dengan dia harus ditepati, ada uang sedikit beli
oleh-oleh untuk dia. Keintiman adalah
adanya kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa antara anda dengan dia
sudah tidak ada jarak lagi. Panggilan-panggilan formal seperti bapak, ibu,
saudara digantikan dengan sekedar memanggil nama atau sebutan sayang dan
sebagainya. Makan minum dari satu piring-cangkir tanpa ada rasa risi, pinjam
meminjam baju, saling memakai uang tanpa rasa berhutang, tidak saling menyimpan
rahasia dan lain-lainnya. Kemesraan adalah
adanya rasa ingin membelai atau dibelai, rasa kangen kalau jauh atau lama tidak
bertemu, adanya ucapan-ucapan yang mengungkapkan rasa sayang, dan seterusnya.
Selanjutnya Dr. Sarlito W. Sarwono
mengemukakan, bahwa tidak semua unsur cinta itu sama kuatnya. Kadang-kadang ada
yang keterikatannya sangat kuat, tetapi keintiman atau kemesraannya kurang. Cinta
seperti itu mengandung kesetiaan yang amat kuat, kecemburuannya besar, tetapi
dirasakan oleh pasangan sebagai dingin
atau hambar, karena tidak ada kehangatan yang ditimbulkan kemesraan atau
keintiman. Misalnya cinta sahabat karib atau saudara sekandung yang penuh
keakraban, tetapi tidak ada gejolak-gejolak mesra dan orang yang bersangkutan
masih lebih setia kepada hal-hal lain dari pada partnernya.
Cinta juga dapat mewarnai dengan
kemesraan yang sangat bergejolak, tetapi unsur keintiman dan keterikatannya
yang kurang. Cinta seperti itu dinamakan cinta yang pincang. Karena garis-garis
unsur cintanya tidak membuat segi tiga sama sisi, seperti pada gambar berikut.
Di dalam kitab suci Alqur’an,
ditemui adanya fenomena yang bersembunyi di dalam jiwa manusia. Cinta memiliki
tiga tingkatan : tinggi, menengah, dan rendah. Tingkatan cinta tersebut diatas
adalah berdasarkan firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 24 yang artinya
sebagi berikut :
“katakanlah : jika bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, istri—istri keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal
yang kamu sukai; adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-nya dan
berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”
Cinta tingkat tertinggi adalah
cinta kepada Allah. Rasulullah dan berjihad di jalan Allah. Cinta tingkat
menengah cinta kepada orang tua, anak, saudara, istri/suami dan kerabat. Cinta tingkat
rendah adalah cinta yang lebih mengutamakan cinta keluarga, kerabat, harta dan
tempat tinggal.
B.
Cinta Menurut
Ajaran Agama
Dalam kehidupan manusia, cinta
menampakkan diri dalam berbagai bentuk seperti
1. Cinta
diri.
Cinta diri erat kaitannya dengan dorongan menjaga
diri. Manusia senang untuk tetap hidup, mengembangkan potensi dirinya, dan
mengaktualisasikan diri. Diantara gejala yang menunjukkan kecintaan manusia
terhadap dirinya sendiri ialah
kecintaannya yang sangat besar terhadap harta, yang dapat merealisasikan semua
keinginannya dan memudahkan baginya segala sarana untuk mencapai kesenangan dan
kemewahan hidup.
dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.(QS. Al
Adiyat 100:8)
Diantara gejala lain yang menunjukkan kecintaan pada
dirinya sendiri ialah permohonan yang terus menerus agar dikaruniai harta,
kesehatan, dan berbagai kebaikan dan kenikmatan hidup lainnya. Dan apabila dia
tertimpa bencana, keburukan, atau kemiskinan, ia merasa putus asa dan mengira ia
tidak akan bisa memperoleh karunia lagi.
Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan. (QS. Fushilat 41:49)
2. Cinta
kepada sesama manusia
Agar manusia dapat hidup
dengan penuh keserasian dan keharmonisan dengan manusia lainnya, tidak boleh
tidak ia harus membatasi cintanya pada diri sendiri dan egoismenya. Hendaknya dia
menyeimbangkan cintanya itu dengan cinta dan kasih sayang pada orang-orang
lain, bekerja sama dengan dan memberi bantuan kepada orang lain. Oleh karena
itu Allah memberi isyarat tentang
kecintaan manusia pada dirinya sendiri, seperti yang tampak saat Allah memberi
pujian kepada orang yang berusaha tidak melebih-lebihkan dalam cintanya kepada
diri sendiri dan melepaskan diri dari gejala itu adalah dengan melalui iman,
menegakkan shalat, memberikan zakat, bersedekah kepada orang miskin dan tak
punya, dan menjauhi segala larangan Allah.
3. Cinta
seksual
Cinta erat kaitannya dengan dorongan seksual. Sebab ialah
yang bekerja dalam melestarikan kasih sayang, keserasian, dan kerjasama antara
suami dan istri. Ia merupakan faktor yang primer bagi kelangsungan hidup
keluarga.
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum 30:21)
4. Cinta
kebapakan
Mengingat bahwa antara ayah dengan anak-anaknya tidak
terjalin oleh ikatan-ikatan fisiologis seperti yang menghubungkan si ibu dengan
anak-anaknya, maka para ahli ilmu jiwa modern berpendapat bahwa dorongan
kebapakan bukanlah dorongan fisiologis seperti halnya dorongan keibuan, melainkan
dorongan psikis.
Cinta kebapakan dalam Al-Qur’an diisyaratkan dalam
kasih nabi Nuh as. Betapa cintanya ia kepada anaknya, tampak jelas ketika ia
memanggilnya dengan penuh rasa cinta. Kasih sayang, dan belas kasihan, untuk
naik ke perahu agar tidak tenggelam ditelan ombak.
5. Cinta
kepada Allah
Puncak cinta manusia yang paling bening, jernih dan
spiritual ialah cintanya kepada Allah dan kerinduannya kepada-Nya. Tidak hanya
dalam shalat, pujian, dan doanya saja, tetapi juga dalam semua tindakan dan
tingkah lakunya. Semua tingkah laku dan tindakannya ditunjukkan kepada Allah,
mengharapkan penerimaan dan ridha-Nya :
Katakanlah:
“Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu“. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali
Imran 3:31)
6. Cinta
kepada Rasul
Cinta kepada rasul, yang diutus Allah sebagai rahmah
bagi seluruh alam semesta, menduduki peringkat kedua setelah cinta kepada
Allah. Ini karena Rasul merupakan ideal sempurna bagi manusia baik dalam
tingkah laku, moral, maupun berbagai sifat luhur lainnya.
Referensi
Seri diktat kuliah MKDU Ilmu Budaya Dasar, Gunadarma
Komentar
Posting Komentar