Contoh Kasus Hukum (Fraud) di Indonesia

 L/C Bank BNI

Pelaku Lain Pembobolan Kas BNI (IDN Times/Arief Rahmat) 

Maria Pauline Lumowa adalah buronan tersangka pembobolan kas PT Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Kredit (L/C) fiktif. L/C adalah surat jaminan dari bank untuk membayar sejumlah uang kepada bank lain yang digunakan penjual jika produk diterima sesuai tanggal dan kondisi yang ditentukan. Pembeli kerap menggunakan L/C untuk mengimpor barang. Pada kasus Maria terjadi saat BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro kepada PT Gramarindo Group pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003. Nilai pinjaman tersebut setara Rp 1,7 triliun berdasarkan kurs saat itu. Baru pada Juni 2003, BNI menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam transaksi keuangan PT Gramarindo Group. Hasil tim audit BNI (BBNI) yang bekerja sejak awal Agustus 2003 saat itu membuktikan kejanggalan tersebut. Dugaan L/C fiktif ini oleh BNI kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Hasil Tim Audit BNI menemukan fakta bahwa pinjaman yang diberikan bukan diperuntukan untuk perdagangan pasar dan minyak, serta dari 10 perusahaan yang terlibat dalam pembobolan ini mentransfer ke beberapa rekening. Misalnya, ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk membayar aset PPAK, PT Bukaka Marga untuk membeli konsesi proyek tol Ciawi-Sukabumi, dan US$ 50,0 juta diantranya dipakai untuk melunasi L/C ke BNI. Dugaan L/C fiktif ini oleh BNI kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Dari  11 orang yang terlibat dalam kasus pembobolan Bank BNI, hanya Maria Pauline yang sukses melarikan diri. Tetapi Maria kini harus mengakhiri pelariannya dan dibawa pulang oleh Kementerian Hukum dan HAM lewat jalur ekstradisi dari Serbia, Kamis 9 Juli 2020.

Auditor : Tim Audit BNI dan kemudia dilaporkan ke Mabes Polri

Objek Audit : PT Gramarindo Group

Kasus hukum : Fraud (L/C Fiktif)

Tahun : 2003

 

Referensi: 

https://www.idntimes.com/business/economy/teatrika/begini-cerita-awal-mula-bni-membongkar-lc-fiktif-rp-17-triliun/3

https://nasional.kontan.co.id/news/jejak-pembobol-rp-17-triliun-bni-ini-detil-kasus-lengkap-dan-mereka-yang-terlibat?page=all

 

“Sinergi BUMN” Berujung Korupsi

Fraud melalui tindak korupsi juga terjadi di dua perusahaan pelat merah nasional, yakni PT Angkasa Pura II (Persero) dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero). Kedua perusahaan milik negara itu memutuskan untuk bersinergi dalam menggarap proyek pengadaan baggage handling system (BHS) senilai Rp 86 miliar. Dalam prosesnya, Direktur Keuangan AP II diduga menerima suap sebesar 96.700 dolar Singapura dari Direktur Utama PT INTI sebagai hadiah terima kasih atas proyek tersebut. KPK menyebut Darman (Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia Persero (PT INTI) bersama staf PT INTI, Taswin Nur memberi suap kepada Andra Agussalam selaku Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) untuk mengawal supaya proyek BHS dikerjakan oleh PT INTI. Dalam prosesnya, transaksi suap dilakukan melalui perantara dari pihak PT INTI, dan diduga berlangsung dengan sepengetahuan Direktur Utama AP II. Pada akhirnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Direktur Keuangan AP II, Direktur Utama PT INTI, dan perantara dari PT INTI, serta menjadikan mereka sebagai tersangka. Kasus tersebut merupakan contoh fraud berjenis Corruption.

Auditor : KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

Objek Audit : PT Angkasa Pura II (Persero) dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero)

Kasus hukum : Fraud berjenis Corruption

Tahun : 2019

 

Referensi: 

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191018192821-12-440825/kpk-tahan-dirut-pt-inti-dalam-kasus-suap-proyek-bhs

Komentar